Ramai soal Bahaya Membuang Bungkus Paket Belanja "Online" Sembarangan, berikut ini Kata Pakar.
Unggahan warganet soal bahaya membuang bungkus paket belanja online ramai di media sosial.
Unggahan tersebut dimuat di akun X (dulunya Twitter) @undipmenfess pada Minggu (27/8/2023).
Pengunggah mengungkapkan dirinya mendapatkan kiriman paket dengan sistem pembayaran Cash On Delivery (COD) atau bayar di tempat. Padahal, ia merasa tidak memesannya.
Pengunggah mengimbau agar siapa saja yang membeli barang secara online agar merusak alamat yang ada dalam bungkus paket terlebih dahulu sebelum dibuang untuk menghindari kejadian serupa.
"-dips! HATI-HATI gaes buat kalian yg suka beli barang online terus bungkus nya dibuang sembarangan, tetanggaku jadi korban. 2 hari ini dia kedatangan paket gk jelas kyk gambar diatas, sistemnya cod dan perpaketnya tuh 120-160 rb dan sampai hari ini udh ada 5 paket," tulis pengunggah.
"Yg awalnya dia ngiranya anaknya yg ada diluar kota yg pesen makanya dibayarin dan setelah dikonfirmasi ternyata bukan, bahkan sampe bapak kurir nya cek akun shop*e tetangga ku tpi beneran gk ada riwayat pesanan samsek. Akhirnya mas kurir nya mau di balikin," tambahnya.
Hingga Senin (28/8/2023) malam, unggahan tersebut sudah dilihat sebanyak 246.000 kali dan mendapatkan lebih dari 60 komentar dari warganet.
Lantas, benarkah alamat dari bungkus barang yang dibeli online dapat digunakan untuk upaya penipuan?
Penjelasan Pakar
Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengatakan, antara bungkus paket barang yang dibeli melalui online shop yang dibuang dengan kiriman paket yang tidak dipesan tersebut tidak berhubungan.
Sebab, titik kebocoran datanya bisa saja berada di sistem database kurir, database e-commerce, atau database penjual
"Kelihatannya tidak terlalu berhubungan dan korelasinya tidak kuat antara sembarangan membuang paker online shop," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (28/8/2023).
Titik Kebocoran Data
Menurutnya, bungkus paket belanja online tidak terlalu mengandung banyak informasi yang konfidensial dan rentan dieksploitasi.
"Kalau mau dipaksakan sih ada saja misalnya alamat dan nomor telepon penerima. Tetapi, informasi yang dimiliki oleh penjual, perusahaan kurir, dan e-commerce lebih lengkap dan lebih mudah dieksploitasi," ungkap Alfons.
"Karena itu menurut saya kebocoran data (kalaupun ada) itu berasal dari 3 titik tersebut," sambungnya.
Ia juga menjelaskan, kejadian pengiriman paket ke alamat penerima dari penjual yang tidak dikenal dengan sistem COD tidak serta merta menunjukkan adanya kebocoran data informasi penerima paket karena sembarangan membuang bungkus paket dari online shop.
"Karena posisi toko yang sembarangan mengirim paket justru lebih riskan karena kalau ditolak mereka jelas akan mengalami kerugian harus menanggung ongkos kirim (ongkir)," kata Alfons.
"Jadi bisa saja karena memang paketnya salah alamat," tambahnya.
Menurutnya, usaha jahat mungkin bisa dilakukan dengan mengirimkan paket murah dan menagih COD dengan harga tinggi. Akan tetapi, modus ini dirasa sangat lemah.
"Kalau penerima menolak artinya pengirim akan mengalami kerugian ongkir dan kemungkinan hal ini akan sangat dihindari," terangnya.
Tips Menghindari Penipuan Paket Berkedok COD
Alfons kemudian memberikan tips untuk menghindari penipuan kiriman paket COD.
Untuk mengetahui penipuan atau salah alamat, maka penerima paket harus menanyakan kepada saudara, anak, orangtua, atau siapapun yang tinggal serumah dengannya jika mendapatkan kiriman.
"Jadi, intinya konfirmasi sebelum melakukan pembayaran COD. Intinya simpel hanya melakukan kroscek dan jangan main percaya saja sebelum membayar sesuatu," tandasnya.