Skip to main content

Apa yang terjadi jika di luar angkasa tanpa kustom Astronot

Apa yang terjadi jika di luar angkasa tanpa kustom Astronot

Bagi yang sukja film science fiction (Sci-Fi) yang ber­la­tar luar angkasa, tentu tidak asing lagi dengan baju astronot ber­warna putih atau oranye, yang lengkap de­ngan helm kacanya itu.

Kostum wajib yang selalu dikenakan astronout saat berada di luar angkasa itu ter­nyata ber­bo­­bot kurang lebih 127 kilogram. Ini karena banyak sekali material atau perlengkapan yang yang ditaruh pada­nya demi ke­selamatan si astronot selama be­rada di luar bumi.

Bahan pembuatnya juga tidak sem­barangan. Bagian luar kos­tum itu terbuat dari bahan ber­nama aluminized mylar, teflon, kevl ar dan nomex, yang ber­fungsi sebagai penyekat panas dan pelindung dari meteoroid. Ba­gian lain ada juga yang dila­pisi dracon, berguna untuk me­nyimpan oksigen dalam pakaian. Sedangkan bagian dalam se­ngaja dibuat sejuk dengan bahan bernama tricot dan spandex.

Melihat begitu kompleksnya baju as­tronout, tentu dapat diba­yangkan reaksi tubuh saat tidak memakai kostum wajib itu saat berada di luar angkasa. Meski bisa bertahan hanya selama be­berapa detik saja, tapi efek se­telah fix bikin ngeri juga.

Suhu ekstrem yang bisa men­capai -270 derajat celcius akan membuat tubuh­mu membeku di luar angkasa.

Lain halnya dengan di bumi. Di luar angkasa astronout bisa saja berada di suhu ekstrem. Saat tak terpapar cahaya mata­hari, su­hu di sana bisa mencapai -270 de­­rajat celcius! Bayangkan jika tidak ada baju pelindung, tubu­hakan membeku perlahan.

Menurut Paul Sutter, seorang astrofi­si­kawan di Ohio State University, tanpa ada senyawa apa­pun di ruang angkasa yang bisa menarik panas tubuh, orang akan perlahan-lahan kehila­ngan panas yang diradiasikan oleh tubuh.

Selain bisa membeku, papa­ran sinar matahari langsung tan­pa lapisan ozon juga bisa mem­buatmu diserang kanker kulit atau bahkan membuat tubuh ter­bakar.

Bumi punya lapisan ozon yang bisa me­lindungi dari sinar UV. Itupun terka­dang orang ma­sih diharuskan pakai tabir sur­ya. Luar angkasa tak punya lapisan ozon. Paparan sinar mata­hari lang­sung ini akan mem­buat kulit ter­bakar. Retina ma­tamu juga ber­­potensi rusak jika melihat lang­sung matahari. Se­kalipun ma­sih hidup, ke­mung­kinan be­sar orang tersebut akan terse­rang kanker kulit.

Tekanan udara nol di ruang angkasa akan membuat 70% air dalam tubuhmu beru­bah menjadi uap air. Ini bisa menye­babkan meng­gembung layaknya balon. Saat berada di tengah udara dingin, normalnya tubuh akan mem­produksi arus konveksi yang akan menarik panas dalam tubuh. Tapi karena di ruang ham­pa teka­nan­nya nol, tubuh akan kehilangan fungsi ini.

Akibatnya 70% air yang ter­kandung dalam tubuh akan beru­bah menjadi uap. Begitu juga de­ngan nitrogen yang larut da­lam aliran darah dekat permu­ka­an kulit, dimana akan berkum­pul menjadi gelem­bung-gelem­bung kecil dan semakin me­luas. Kondisi ‘pembengkakkan’ ini disebut ebullism. Jadi jangan kaget kalau tiba-tiba tubuh men­jadi dua kali lipat dari uku­ran normal.

Tekanan udara nol juga bisa menye­bab­kan tubuh membiru ka­rena kekurangan su­plai oksi­gen ke otak. Organ-organ lain ju­ga akan berhenti bekerja perlahan.

Di ruang hampa, orang jelas akan keku­rangan oksigen dalam tubuh. Kondisi ini disebut hipok­sia. Tanpa adanya suplai ok­­si­gen ke otot dan organ-organ vital lain, sistem kardiovaskular tidak akan bekerja.

Kelaparan ok­sigen akan membuat ma­nusia tercekik dan perlahan wajah dan tu­buh akan membiru.

Selanjutnya tubuh akan lemas kemu­dian pingsan. Jika itu ter­jadi, tubuh punya waktu se­tidak­nya 10-15 detik untuk bisa diselamatkan agar kondisi bisa kembali seperti semula.

Tanpa atmosfer layaknya di bumi, organ jantung tidak mam­pu lagi memompa darah ke selu­ruh tubuh, sehingga tekanan da­rah menjadi nol!

Ruang angkasa akan meng­hilangkan tekanan darah meski tubuh mati-matian mem­perta­hankan tekanan darah normal. Ini karena jantung tak lagi bisa me­mompa darah melalui pem­buluh darah.

Akibatnya beberapa organ lain tak men­dapat asupan seperti biasa dan membuat­nya berhenti bekerja. Kalau ini terjadi nyawa ke­mungkinan besar akan ter­ancam. Ruang angkasa gudangnya par­tikel-partikel berbahaya. Tan­­pa baju pelindung tubuh akan terpapar sinar gamma hing­ga x-ray.

Tak terhitung banyaknya material ber­bahaya yang terkan­dung dalam ruang ang­kasa. Partikel dan material sub atomik ber­­bahaya seperti sinar gamma, proton bere­nergi tinggi, dan x-ray itu bisa ‘menye­rang’ tubuh secara langsung. Pada akhir­nya bisa terserang kanker dan mati keracunan.

Menahan napas di luar ang­kasa tanpa baju astronot justru akan membuat paru-paru pecah.

Ada satu logika yang mung­kin terpi­kirkan orang saat terje­bak di luar angkasa tanpa baju pelindung: menarik nafas dalam-dalam dan menahannya. Sehing­ga tubuh punya cadangan oksi­gen. Padahal itu justru bisa ber­bahaya. Katup dan tabung pem­bentuk tenggorokan sama sekali tidak bisa menahan udara di ruang hampa.

Akibatnya ledakan dekom­pre­si di paru-paru bisa terjadi. Udara dalam paru-paru akan mengembang hingga keluar batas dan membuatnya pecah! Itulah kenapa setiap astro­nout wajib memakai baju pelin­dung saat bekerja di ruang ham­pa. Tubuh manusia memang ti­dak didesain untuk hidup di luar angkasa!