Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengakui laju implementasi 5G tidak secepat saat 4G beberapa tahun lalu. Kemenkominfo pun melakukan berbagai hal untuk mendorong percepatan 5G.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenkominfo Ismail mengatakan salah satu yang dilakukan Kemenkominfo untuk mempercepat implementasi 5G adalah dengan menjalin komunikasi bersama operator seluler.
Menurutnya, operator perlu memodernisasi jaringan yang dapat mendukung teknologi generasi kelima atau 5G.
"Kami berusaha untuk berbicara dengan operator agar memodernisasi jaringan mereka," ujar Ismail pada acara Limagine Live - Unlock the Future of 5G dari Ericsson Indonesia, pada Selasa (8/8/2023).
Adapun Ismail mencontohkan, salah satu hal yang masih belum modern adalah infrastruktur serat optik. Menurut Ismail, masih banyak kabel yang memanfaatkan serat optik di Indonesia, padahal hal itulah salah satu yang krusial dalam pergelaran 5G.
Selain itu, Ismail juga menyatakan perangkat lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan atau yang menggunakan 5G masih memiliki banyak isu. Mulai dari harga yang masih mahal dan ketersediaannya yang masih sedikit.
"Seberapa dibutuhkannya 5G? Berapa banyak orang saat ini yang membutuhkan jaringan 5G dalam kehidupan sehari-hari? Berapa banyak orang yang bersedia untuk membayar jaringan 5G?" ujar Ismail.
Ismail juga mengaku implementasi 5G juga terhambat dari keterbatasan spektrum yang disediakan pemerintah.
Ismail berpendapat bahwa saat ini bukan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk membuka spektrum untuk 5G, dikarenakan biaya spektrum yang masih sangat besar.
"Kami sedang menunggu waktu yang tepat untuk membuka (lelang) spektrum baru. Kenapa? Jika kita membuka spektrum baru dan harganya tidak rasional, hal ini akan menjadi tidak adil pada operator," ujar Ismail.
Dia berpendapat, jika spektrum baru tetap dibuka, hal ini akan berimplikasi pada harga layanan yang akan meningkat.
Sebelumnya, BMI, unit usaha Fitch Solution Group, menyampaikan bahwa operator berhati-hati dalam menggelar 5G, untuk menjaga kestabilan keuangan.
Dalam laporannya terbaru, yang berjudul BMI Country Risk & Industry Research, disebutkan pemimpin pasar Seluler di Indonesia, Telkomsel, sedang memprioritaskan stabilisasi pendapatan dan pengurangan utang sebelum melakukan investasi yang lebih mahal 5G.
BMI juga memperkirakan bahwa Telkomsel khawatir dengan pengembalian investasi pada penyebaran 5G baru di seluruh negeri.
Di sisi lain, kehati-hatian Telkomsel ini berpotensi memperlambat transisi Indonesia ke jaringan 5G, mengingat Telkomsel merupakan pemimpin pasar operator seluler di Indonesia.
Sumber: Bisnis.com